Idelando-Beberapa pedagang di resto PKL, Mrican, Jogja, ketika berhadapan dengan pembeli orang Manggarai, mereka akan menggunakan bahasa Manggarai. Suatu waktu, saat pertama kali ke PKL, hendak memesan sop buah, penjualnya membuka percakapan dengan bahasa Manggarai. Dia bilang weli apa ite? Sontak saya kaget, lalu saya tanya apakah dia orang Manggarai. Katanya tidak. Dia sudah cukup akrab dengan tipe wajah orang Manggarai; ia belajar bahasa Manggarai dari mahasiswa-mahasiswa yang membeli di lapaknya.

Tampaknya, dia cukup baik menguasai kosakata bahasa Manggarai yang berkaitan dengan percakapan dengan pembeli, misalnya ketika ia menanyakan apa yang dibeli dengan weli apa ite? meminta pembeli untuk menunggu dengan neka rabo, gereng cekoen! menanyakan jumlah pesanan dengan ca ko sua? meminta maaf dengan neka rabo. Dari sekian pedagang yang mencoba-coba menggunakan bahasa Manggarai, penjual sop buah itu yang paling baik. Tampaknya, teman-teman dari Manggarai mengajarinya dengan cukup baik.

Namun, ada hal yang menjanggal, yakni ketika dia mengucapkan tiba teing kepada saya; juga kepada teman-teman yang lain (saya amati). Lalu saya tanyakan maksud dari kedua kata itu (sebenarnya saya tahu tapi ada kekeliruan). Lalu dia bilang: kan hitu terima kasih. Entalah, siapa yang pertama kali menciptakan kata janggal itu sebagai ucapan terima kasih dalam bahasa Manggarai. Yang pasti bukan itu! Lalu, saya memberitahukan kata yang tepat, yakni wali di'a. Artinya, kita menerima dengan sepenuh hati apa yang diberikan orang lain kepada kita.

Kita dapat mengacu pada kamus Bahasa Indonesia-Manggarai (2018): terima 'tiba'; menerima= mengabulkan 'sendo', 'sending', tei; terima kasih 'delek', 'wali-di'a', 'mosek', bengkes'; menerima= menyambut 'cakang', 'reis', 'curu', 'ris'; menerima dengan tangan terbuka 'sanggar', 'gelak', 'gelak natas'; menerima putusan 'cau', 'cecop', 'tiba', 'sau'; menerima sebagai gadaian 'dekong'. Jadi sangat jelas, terima kasih dalam bahasa Manggarai: delek, wali-di'a, mosek, bengkes.

Saya menduga bahwa kata tiba teing diterjemahkan dari bahasa Indonesia terima kasih. Jelas terjemahan itu salah karena terima kasih merupakan kata majemuk, yang dibaca sebagai satu kata. Penerjemahan yang demikian justru mengalami kedangkalan makna. Tidak memiliki nilai rasa apa pun.

Jika ditilik, kata majemuk terima kasih berasal dari kata terima yang berarti menyambut, mendapat (memperoleh) sesuatu; dan kata kasih yang berarti (1) perasaan sayang (cinta, suka kepada), (2) beri. Namun, seperti kata Ivan Lanin, saya belum berhasil menemukan penjelasan tentang bagaimana kata majemuk ini terbentuk, namun saya duga makna kasih yang diambil adalah makna keduanya. Jadi, secara harfiah, kata majemuk (yang terkadang merupakan idiom atau ungkapan) ini dapat bermakna menyambut pemberian.

Jika kembali pada kata tiba teing, sangat jelas kata ini tidak memiliki kedalaman makna. Kata pembentuknya pun hanya memiliki satu arti, tiba 'terima' dan teing 'beri', yang berarti terima beri. Tidak memiliki nilai rasa apa pun untuk dijadikan sebuah ungkapan.

Masalah ini sempat menjadi perdebatan kecil di meja makan dengan beberapa teman. Katanya, itu sudah menjadi biasa, ya jalankan saja yang sudah biasa. Tapi kan, kita perlu memperbaiki yang keliru/salah supaya tidak terbiasa. Lalu saya berusaha meyakinkan dengan memberi contoh kata itu dalam beberapa konteks. Sayangnya, sampai hari ini, tiba teing masih digunakan.


Penulis : Opin Sanjaya
Gambar: Pixabay. com

0 Komentar