Tidur pada siang hari serasa seperti dosa daging: makin banyak tidur kau makin ingin tidur terus, dan toh tidak merasa nyaman, rasanya seperti kenyang sekaligus tidak senang. Barangkali kalimat ini mewakili apa yang  tengah dialami seorang insomnia.

Keadaan tak dapat tidur ini telah merasuki saya selama mengemban status anak kos di Jogja. Keadaan ini juga dialami teman-teman terdekat sesama mahasiswa. Barangkali insomnia memang kutukan bagi seorang yang menyandang gelar anak kos.

Pasalnya, gejala ini menghadapkan kami dengan kesulitan memulai dan mempertahankan tidur; kelelahan; cepat marah; penurunan memori dan konsentrasi; selalu lesu. 

Bangun dari tidur selalu dalam keadaan lapar dan terasa sakit di seluruh badan, yang menyebabkan ketidaknyamanan dan ketidakpuasan serta mengganggu aktivitas dan  produktivitas kami. Ciaaa

Selain wisuda tepat waktu, mimpi kami yang lain adalah tidur lebih awal dan bangun lebih awal. Bisa mandi dan menikmati kopi di pagi hari adalah salah satu ujud dalam doa tidur saat subuh. Sesekali kami mengalami hal itu, kami merasa seperti terlahir kembali dan menjadi suatu kebanggaan.

Tentang kebanggaan, teman sesama insomnia membagikan pengalamannya tentang tidur lebih awal. 

Suatu waktu ia tertidur kurang lebih pukul 20.00, kemudian ia terbangun dengan begitu segar lalu berdoa "Tuhan, terima kasih karena engkau telah memberikan saya tidur yang nyenyak dan saya bersyukur karena engkau telah memberikan saya hari baru dan nafas kehidupan baru. Berkatilah semua aktivitas saya sepanjang hari ini". 

Setelah berdoa, dengan semangat menggebuh-gebuh ia meraih ponselnya dan...menepuk jidatnya "uh! baru pukul 22.00 rupanya". Ia sangat galau dan pengalamannya telah menjadi bahan lelucon.

Walaupun berpengaruh buruk terhadap kesehatan fisik dan mental, insomnia ternyata juga membawa dampak positif. Insomnia dapat memberi waktu lebih banyak kepada kita untuk melakukan sesuatu yang berguna. Secara pribadi, tugas-tugas kuliah dapat diselesaikan dengan cepat.

Selain itu, saat insomnia kita dapat melakukan hal-hal yang kita suka, seperti membaca, menulis, menonton film, bermain game, bermain musik atau mendengarkan musik.

Menariknya, rutinitas selama insomnia menjadi bahan pembicaraan saat ngopi sore di tempat rekreasi indekos. Ada yang telah menyelesaikan beberapa bahan bacaan menarik. Ada yang telah lincah memainkan hero dalam game: bagaimana menghadapai musuh dan menghindar dari musuh.

Ada yang telah menguasai beberapa kunci gitar. Ada yang telah memanen rupiah dari ngeblog, dll. Tanpa disadari, kaum insom telah mempelajari banyak hal. Namun, tak dapat disangkal bahwa konsentrasi dan porduktivitas selama kuliah  terganggu.

Gawatnya, tanda-tanda buruk pada fisik, seperti kurus, pucat, kusut, lingkaran hitam di sekitar mata menuai pandangan negatif dari tetangga saat pulang libur. Kalimat "kalau tidak begini bukan mahasiswa namanya" adalah pembelaan yang terasa pas sekaligus tidak pas, tapi itulah yang dialami.

Omong-omong soal penyebab sakit satu ini, kalau dipikir-pikir, bergantung pola yang dibangun saat pertama kali menyandang gelar sebagai mahasiswa perantau, karena tidak semua mengalami insomnia. Hanya segelintir orang. 

Terlepas dari penyebab lain, ada dua penyebab insomnia. Pertama, tugas yang terlalu menumpuk, sehingga terbiasa kurang tidur. Kedua, kemewahan yang ditawarkan indekos, seperti wifi gratis membuat kita daring sampai lupa waktu. Atau pola hidup gaya modern seperti caffe dan burjo buka 24 jam, atau angkringan sampai pagi membuat tergiur untuk nongkrong sampai lupa waktu.

Kemudian, melakukan hal-hal berguna seperti yang telah disebutkan adalah sebuah bentuk peralihan agar konsentrasi dan produktivitas tetap terjaga, karena kembali pada pola tidur yang baik adalah hal yang sulit, bahkan membutuhkan biaya.

Jadi bagi mahasiswa baru (maba), ketika pertama kali menyandang gelar anak kos, bangun pola hidup kalian dengan baik.


Penulis : Opin Sanjaya
Gambar: Pixabay.com

0 Komentar