Merawat Rindu

Di tengah kebisuan dinding tembok yang menyerap dingin lebih jauh, kini kepala tak berani memuntahkan kata-kata.
Lebih dalam lagi, ia rindu pada kekasihnya.
Waktu menjadi pelit untuk sebuah pertemuan, tapi ia enggan menerobosnya hanya karena ingin menikmati sepasang mata dari perempuan yang membuatnya jatuh dalam cinta berkali-kali.
Sebuah rindu tak akan mati, ia akan terus abadi. Membesar dan menumbuh, seperti dendam yang terus mengoyak tubuh orang-orang yang kehilangan cintanya kepada negara.
Malam ini suasana menjadi hening, setelah sisir tanah sejenak jeda dari dalam ponsel. 
Do'a-do'a menggema tanpa terburu-buru, hal-hal baik terucap paling gigil. 
Setiap harapan sejenak terbang menuju langit,  ia menjelma keinginan. Kepada Tuhan ia menjatuhkan segala rayuannya.

Samata, 2021

Jalan Pulang

Di tubuhmu kekasih, aroma kampung halaman anak-anakku tercium tajam
Setelah do'a-do'a merayap diam-diam menuju kepalamu
Rinduku berkepal lebih keras, melambungkan kemenangan setelah jatuh cinta berkali-kali.

Datang lebih cepat, puisi-puisiku butuh engkau agar tak cepat mampus dibunuh kebisuan
Aku butuh engkau untuk merayakan kata-kata menjadi percakapan paling nyata, membicarakan rindu yang mendendam ingin dituntaskan. Pada tubuhmu dan isi kepalamu, aku jatuh cinta berkali-kali.

Membayangkan kita kekasih, pada waktu-waktu nanti.
Di halaman sendiri kita akan membicarakan cinta dan kemanusiaan.
Aku bikin kopi, sedang kamu sibuk baca buku, bersama suara-suara angin yang begitu khusyuk membawa do'a- do'a kita.
Sesekali aku membetulkan letak rambutmu dan kau adalah kecantikan yang benar-benar nyata.

Di kerudungmu, aku lampirkan keikhlasanku untuk mencintaimu tanpa ada penanda-penanda.
Sebab kisah cinta kita tak perlu diolok-olok oleh kemewahan.
Biarkan ia tumbuh dan berkembang, berumur panjang.

Pulo Bembe, 2021



Prolog

Aku bersuci pada kesepian
Dari sebenar-benarnya sunyi yang menciptakan hening
Aku menghantarkan puisi pada rindu
Yang membeku di matamu, yang mengucap di kepalaku.
Alamat kepulanganku telah tertulis di tubuhmu
Jalan pengembaraanku telah terhenti, di dekatmu aku mengucap doa "sesampai aku padamu".
Yang melengkapi lebih jauh dari kekurangan, Meninggalkan jejak dengan penanda kerinduan 
Tak melebur pada kerumunan.
Setelah kata telah menjadi pernyataan paling jujur
Aku telah menghitung waktu yang di kandung tubuhku
Lalu puisi-puisiku mulai beranjak untuk mengungsi di pedalaman ingatanmu.

Gowa, 2021


Perjalanan

Tak akan mampu kau temukan apa-apa di ranjang kamarmu, kekasih
Dinding-dinding itu tak bisa bersuara lebih
Apalagi memberimu visual ketenangan, iya tak dapat memberi itu
Kita butuh jiwa yang luang, merdeka dari rasa cemas
Menghindari wajah-wajah pucat yang kepalanya berisi seratus macam keseriusan

Sepasang mata yang dicekik sepatu
Ia perlu perjalanan untuk dapat menghirup udara baru
Segala apa yang ditemukan
Dari kesombongan yang berguguran di jalanan
Atau pun kemanusiaan yang ditarik dari kantong celana
Kini semuanya berubah cinta
Sahut menyahut berpegangan di udara

Di langit sabana yang sedang sore-sorenya
Diri sendiri berdoa dalam kepala
Meminta segala keinginan
Kebebasan pada Tuhan kesunyian

Gowa, 04/11/2021

Penulis : Harsandi Putra
Editor   : Taty Hartanti
Ilustrasi: Rudi Herwanto

0 Komentar