Idelando.com-Apa yang paling dibutuhkan untuk menjadi seorang pebisnis? Salah satunya adalah “impian” untuk menjadi pebisnis itu sendiri. Hal itulah yang berlaku pada dua pebisnis Multi Level Marketing (MLM) muda, Isa Anggom dan Tika Naut. Dua sahabat yang melakukan perjalanan bersama sejak kecil sampai sekarang. Isa dan Tika mempunyai mimpi yang sama dan selalu melakukannya bersama-sama. Dua perempuan yang menempuh pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) di Universitas Katolik Indonesia (UNIKA) Santu Paulus Ruteng dan telah mendapat gelar sarjana ini mengaku terus merawat impian mereka itu semenjak kecil.

Dua sahabat sejati ini mengaku bahwa mereka tak ingin bekerja di bawah “tekanan”. Mereka ingin menjadi “bos” bagi diri sendiri. Setelah tamat dari bangku kuliah, mereka mulai merintis bisnis kecil-kecilan. “Setelah tamat kuliah, saya dan Tika mulai merintis bisnis kecil-kecilan, seperti menjual kerajinan dari barang bekas, lalu kami sempat merantau ke Labuan Bajo dan bekerja bersama teman menjual paket wisata, yang pada akhirnya kami join di HWI” tutur Isa.

Itulah pilihan mereka sekarang. Sudah satu tahun Isa dan Tika  menjalankan bisnis HWI (Health Wealth International). Perusahaan network marketing atau lebih dikenal sebagai MLM, asli dari Indonesia. Dua sahabat yang tak terpisahkan ini adalah sosok yang ulet dan rajin. Setiap hari mereka harus begelut dalam dunia marketing. Pekerjaan yang terlihat sederhana, tetapi menguras pikiran, tenaga, dan kesabaran. Berkat keuletan, Isa dan Tika terbilang cukup sukses dalam bisnis HWI.

Namun, kepada Tim Idelando, Isa dan Tika mengaku bahwa sebelum menjadi seperti sekarang, mereka telah mengalami penolakan yang luar biasa dari keluarga, teman, dan lingkungan sosial. “Kami pernah diusir oleh kepala desa di salah satu desa yang kami kunjungi.” tutur Tika. “Dari semua penolakan itu, penolakan yang luar biasa dan membuat kami bergulat dengan diri kami sendiri justru datang dari keluarga kami, orang tua kami.” lanjut Isa. Seperti apa kisah Isa dan Tika selama bisnis HWI? Berikut ini hasil wawancara Tim Idelando dengan dua sahabat sejati ini.

Sudah berapa lama berbisnis HWI?

Sudah setahun lebih. Namun sebelum itu, saya dan Tika merantau ke Labuan Bajo. Kami melamar ke beberapa restoran dan cafe, kebetulan di sana membutuhkan fresh graduate. Tengah bekerja, sekitar Februari, seseorang memperkenalkan HWI kepada kami. Namun, karena belum begitu tertarik, kami hanya join, tidak menjalankan bisnisnya. Kemudian, pada Maret, kami bekerja menjual paket wisata. Tak lama kemudian, kami kembali ke Ruteng karena corona mengharuskan kami untuk berhenti. Apalagi banyak terjadi PHK di Labuan Bajo. Kami pun mulai berpikir untuk mencari pekerjaan lain. Lalu, kami  teringat HWI yang pernah dikenalkan kepada kami. Kami join dan mulai belajar tentang HWI.

Bisa ceritakan sedikit tentang HWI?

HWI adalah bisnis MLM. Banyak yang berpikir kalau bisnis MLM itu bisnis “negatif”, tetapi kalau kita belajar, HWI bukan hanya tentang bagaimana mencari uang, melainkan yang paling penting bagaimana menjadi seorang pebisnis. Sederhananya HWI itu bisnis jaringan. Enaknya bisnis jaringan, dia membuka jaringan di seluruh kota di Indonesia. Jadi, kita bisa dapat omset di mana saja. Bagi pebisnis pemula, tidak perlu mengeluarkan modal yang besar, bahkan yang ingin bangun usaha tanpa modal silakan masuk HWI. Yang kita bangun adalah manusianya.

Apakah kalian memang bercita-cita menjadi pebisnis?

Bukan menjadi pebisnis, sih. Lebih tepatnya karena ada peluang dan dibarengi rasa nyaman. Kami sudah mencoba banyak hal, seperti menjual kerajinan dari barang bekas dan barang-barang online. Kami mulai belajar: oh ternyata begini kalau berbisnis.

Apa yang memotivasi Isa dan Tika sehingga memilih bisnis HWI?

Kami tidak memilih, tetapi di sana kami menemukan peluang. Apalagi perusahaannya memiliki izin. Kami selalu mendapatkan ilmu pengembangan diri. Mental kami selalu dilatih. Kami selalu dilatih bagaimana mengontrol emosi. Kami juga memiliki produk yang berkualitas. Lingkungan di sana sangat positif.

Bagaimana Isa dan Tika membangun karier sebagai pebisnis?

Tika: Tantangan terbesar saya adalah diri sendiri. Sejak kecil, mindset kita telah dibentuk bahwa yang baik adalah menjadi PNS. Ketika tidak ada kesempatan untuk menjadi PNS, kita menjadi gengsi untuk mencari pekerjaan lain. Ada rasa minder, misalnya saya kuliah keguruan, tetapi menjual produk kesehatan. Padahal semuanya butuh proses, seperti di HWI kita dimentori. Kami belajar kepada orang-orang yang telah berhasil. Mereka senantiasa membimbing kami sampai bisa. Mental kami sudah terlatih. Cemoohan adalah makanan kami sehari-hari. Karena proseslah kami menjadi agak keren sekarang.

Isa: Mungkin karena sudah terpola, maksudnya sudah ada mindset dari dulu bahwa kami tidak ingin diperintah. Artinya, tidak mau bekerja di bawah tekanan. Kalau di HWI istilahnya begini: bosnya kita, yang kerja kita, gajinya juga untuk kita. Jadi, dari situ sudah mulai nyaman. Tidak ada resiko yang akan kita tanggung kalau nanti kita tidak bekerja. Namun, harus ada tanggung jawab dalam diri, kalau nanti saya tidak bekerja bagaimana ke depannya. Masa saya tinggalkan apa yang sudah saya pilih.

Kalian menyinggung tentang tantangan, bisa diceritakan?

Isa: Tantangan pertama adalah gengsi. Saya sangat gengsi. Kalau dibayar pakai uang, pasti saya mendapat banyak uang. Hahaha. Kedua, malas. Saya sangat sulit melakukan pekerjaan yang monoton, seperti harus berangkat pukul 07.00 dan pulang pukul 13.00. Untung saya tidak mengalami tekanan seperti itu di HWI. Kita sendirilah yang mengatur diri. Ketiga, orang tua mengharuskan saya untuk menjadi guru. Awal bergabung ke HWI, saya tidak mendapatkan dukungan dari orang tua. Apalagi mereka melihat saya tidak memperoleh apa-apa. Sampai-sampai, sempat saya tidak baku omong dengan mama. Namun, saya berusaha mengajak mereka bicara, bahwa saya akan buktikan saya bisa sukses. Yang membuat saya merasa buruk saya tidak diperbolehkan ketemu Tika. Kami harus bertemu diam-diam. Selain itu, waktu ada seminar HWI di Kupang, saya packing diam-diam. Namun, akhirnya bapa mama tahu. Mereka pun tidak mau bicara dengan saya. Namun saya yakin, itu bagian dari proses. Saya sudah minta maaf.

Tika: Kalau dalam diri sama seperti yang dialami Isa. Tantangan terbesar adalah diri sendiri. Kami pun bangkit untuk membangun pola hidup positif. Satu hal yang membuat saya semangat: saya ingat orang tua. Orang tua sudah memberikan yang terbaik untuk saya, maka saya bertugas menjaga kepercayaan yang mereka berikan.

Apa visi dan misi kalian dalam berbisnis?

Visi dan misi? Kami dimentor, bagaimana caranya berbisnis. Jadi, kami masih harus belajar banyak hal.

Apa prinsip yang Isa dan Tika pegang dalam bekerja?

Kerja keras. Doa dan kerja keras harus jalan beriringan. Berani memulai.

Siapa tokoh (inspiratif) yang paling berpengaruh dalam karier Kalian? Mengapa?

Isa: Teman-teman HWI adalah orang-orang yang selalu menjadi inspirasi kami. Tokoh inspiratif saya adalah Ibu Anjela Wonge. Dia adalah tokoh yang membuat saya tetap bertahan di HWI.

Tika: Kalau saya ada beberapa, salah satunya Ibu Anjela Wonge, lalu ada Ibu Elti Jedia. Ada juga dari Kupang namanya Ibu Mimi Senge. Ada juga Ibu Indah Jamidin. Dia sangat mencintai kami tim-timnya di Manggarai. Ada juga Ibu Atik Setia yang pertama kali mengajak kami join di HWI. Mereka adalah orang yang paling dekat dengan kami. Mereka adalah orang-orang yang selalu setia membimbing kami. Mereka adalah orang-orang berprestasi di HWI. Kalau mereka bisa, kami juga pasti bisa.

Bagaimana pendapat Isa dan Tika mengenai pandangan sebagian orang yang menganggap remeh bisnis-bisnis seperti yang kalian geluti?

Isa: Dulu, saya menganggap HWI demikian, tetapi setelah saya bergabung ternyata tidak seperti yang saya pikirkan. Sekarang, saya tidak akan pernah peduli dengan orang yang tidak punya efek sama sekali terhadap bisnis saya, Selama tidak memacu kehidupan saya, saya tidak akan peduli. Saya tahu apa yang harus saya lakukan.

Tika: Istilahnya pasang kaca mata kuda.

Kalian adalah seorang sarjana keguruan, apakah masih ada keinginan menjadi guru?

Isa: Saya masih mempunyai pikiran, saya dikatakan telah membahagiakan orang tua kalau saya menjadi guru. Jika saya diberi kesempatan untuk menjadi guru saya tetap menerimanya, tetapi sambil menjalankan HWI. Bila ada peluang mungkin saya ambil. Untuk sekarang, saya masih fokus HWI.

Tika: Saya sudah tidak mempunyai bayangan untuk menjadi guru. Saya sudah nyaman karena pekerjaan seperti ini yang saya damba-dambakan. Namun, ada skill-skill yang perlu terus saya asa. Saya punya mimpi mengembangkan usaha dan membangun aset.

Bagaimana kalian mengaplikasikan pengetahuan akademik kalian?

Isa: Banyak orang berpikir, tidak ada gunanya kuliah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya hanya jualan obat. Saya sarjana pendidikan bahasa Indonesia. Ilmu bahasa sangat berguna dalam marketing. Sangat membantu saya dalam berkomunikasi. Intinya, saya sangat bersyukur pernah kuliah pendidikan bahasa Indonesia. Kita kuliah bukan untuk mencari kerja, melainkan untuk mencari ilmu.

Tika: Saya selalu pede ketika diberi kesempatan untuk bicara, karena saya sudah mempunyai modal.

Kalau boleh kami tahu, berapa keuntungan?

Sudah bisa menghidupi diri sendiri, ha ha ha. Pencapaian kami belum apa-apa. Kalau dari 1—10, masih 2.

Keuntungan nilai hidup?

Isa: Harus berani keluar dari zona nyaman.

Tika: Saya merasa sangat berharga.

Apa pengalaman paling berharga selama berbisnis HWI?

Ketika pasien kami sembuh. Kami sudah mengalami itu dan itu luar biasa. Pernah kami dapat hadiah dari pasien kami.

Apa harapan kalian terhadap pekerjaan kalian ke depan?

Pastinya ingin lebih baik. Semoga dengan pekerjaan ini bisa membahagiakan diri sendiri dan orang tua.

Terakhir,  Apakah ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada Sahabat Idelando?

Isa: Hidup adalah pilihan. Cintailah pekerjaan yang sudah kalian pilih. Cinta membawa hasil yang baik.

Tika: Hidup harus ada tujuan. Kita harus mempunyai pendirian dan jangan gengsi. Kita bekerja untuk diri sendiri dan untuk semua yang kita impikan ke depan.

(*ti)


Editor    Putra Nabur
Gambar : Rudi Herwanto

0 Komentar