Tubuhnya Adalah Laut

Tubuhnya adalah laut
Nafas yang kian disesaki beragam merek anak pabrik
Kini telah menjadi limbah yang mencemari anak matanya

Tubuhnya adalah laut
Tempat nelayan beribadah di atasnya
Tempat kapal-kapal menyembah pada sujudnya

Di atas segala rintihan yang ditikam eksploitasi
Eksotisme dilacurkan dengan sekat-sekat golongan
Senja dipenjarakan dalam ponsel-ponsel berbau mewah
Sekeras tawa yang dilahirkan dari dusta-dusta sebuah pembicaraan

Mereka menyergap kita, orang-orang kecil tak punya nyali
Menyajikan mimpi-mimpi yang terlalu berpura-pura
Menciptakan kata-kata jelata untuk sebuah kebebasan yang tak seharusnya ditenggelamkan

Tubuhnya adalah laut
Sekeras apa dilukai
Sedalam apa melahirkan tragedi
Dia tetap merah untuk menolak tumbang

Selayar, 2021


Perihal Nyepi

Sejenak tubuh berkeringat terlampau deras, menghamba pada waktu-waktu keras. Di tengah tahun paling rumit, sepasang langkah kaki terus berkejaran dengan apa-apa disebut pengakuan.

Hari ini, kemerdekaan terasingkan lebih jauh.
Suara-suara roda di jalanan berdengung mengandung ketakutan, kecemasan berlebihan dan kematian di depan mata.

Sejenak lampu-lampu di kepala dipadamkan, seketika kita perlu hening. Nyepi paling khusyuk.
Dari segala getaran yang meninggikan harap tanpa pernah berucap jeda.

Berita-berita di layar Tv berkata berat
Kita perlu memotongnya sejenak dulu
Menutup telinga-telinga paling liar
Dari segala tawa penuh dusta yang diteriakkan lebih keras

Hari ini kita duduk meluruskan diri
Berkhidmat pada kesucian
Melibas sunyi dengan penuh keberanian
Pada perihal ketenangan yang dilahirkan
Selamat menunaikan ibadah nyepi.

Makassar, 2021


Masakan Ibu

Tak kutemukan apa-apa di restoran cepat saji.
Selain beragam tubuh yang menyimpan banyak pengakuan dalam kepala
Warna-warna darah di bibir dan bau parfum yang lebih berbahaya dari polusi udara
Kini menyebar dan menusuk paru-paru bocah kecil di luar kaca

Aku pulang
Ibu telah membangun surga di rumah
Dengan senyum tulus tanpa campuran formalin
Kini masakannya masih saja memberiku udara

Makassar, 2021

Penulis : Harsandi Pratama Putra (klik nama)
Editor   : Taty Hartanti (klik nama)
Ilustrasi: Rudi Herwanto (klik nama)

0 Komentar