Idelando-Dari SD sampai tamat kuliah, saya tidak pernah merayakan Valentine Day secara spesial. Saya hanya memberi ucapan kepada orang-orang terdekat--kalau tidak malas--dan membalas ucapan dari orang lain. Itu terjadi bukan karena saya tidak punya pacar atau kawan atau keluarga, melainkan karena euforia Valentine Day baru masuk ke dalam jiwa saya pada usia saya yang sekarang ini.

Saya tahu bahwa ada nama "Valentine Day" ketika berada di bangku SMP. Kemudian, saya baru tahu Valentine Day dirayakan dengan bertukar kado, berkirim surat, dan berkirim kartu ucapan ketika berada di bangku SMA. Waktu SMP dengar teman cerita:

"Hari ini Valentine im."

"Apa itu?"

Hanya sampai di situ. Tidak ada yang spesial. Lalu, sampai di rumah tanya ke orang tua atau kakak tentang hal yang signifikan dari Valentine Day (selanjutnya baca: VD). Apalagi waktu SD, tidak ada tuh dalam kamus saya kata "VD". Yang ada hanya kata main bola sepak, main karet, main kelereng, main wayang, main tali merdeka, main cina, dll., yang akan dilakukan tiap sore hari sepulang sekolah bersama teman-teman. Kalau ada pertanyaan, kenapa begitu? Ya, saat itu saya belum kenal tuh namanya "cinta". VD kan berkaitan dengan ekspresi cinta. Saat orang lain beramai-ramai mengekspresikan cinta, saya dan teman-teman masih beramai-ramai main air di got. Masa puber saya muncul dengan kuat waktu kelas 3 SMP. Ketika itu saya benar-benar mengagumi seorang wanita dan ingin memilikinya, ahay, tapi waktu itu kalau tidak salah, mereka fans saya dan saya malu-malu kucing.

Baca juga: 7 Hal yang Mungkin Tiba-tiba Datang pada Hari Valentine

Kemudian, waktu berada di bangku SMA, saya hanya sebagai penikmat ke-bu-ci-nan orang lain. Saya ingat betul, waktu saya kelas 2 (tahun 2014), saya diajak teman untuk ikut pesta VD yang diwarnai tukar kado. Saya baru tahu, begitu cara merayakan VD. Namun, saya tidak ikut karena circle pertemanan saya tidak ada yang ikut. Lagian mau tukar kado dengan siapa. Selain itu, saya hanya menemani teman bucin beli kado. Yang pernah begini, berarti kita se-circle, Kawan.

Kalian tahu, kisah apa pada masa SMA yang paling saya ingat sampai sekarang. Ini dia. Saya punya pacar, tapi saya sangat pemalu yang hanya berani di SMS, tapi ketika saya sudah berani, eh malah dapat pacar yang pemalu.

Selanjutnya, ketika di bangku kuliah baru saya tahu, sebenarnya VD adalah hari peringatan Santu Valentinus. Yang kita rayakan sekarang adalah perluasan makna (Silakan baca sejarah VD di google) dan ada hubungannya dengan konsep kapitalisme. Cinta dimonetisasi. Sudahlah, saya tidak mau omong yang ini.

Baca juga: Rekomendasi Hal-hal yang Dapat Dilakukan di Rumah Selama Dureng

Pernah merayakan VD di bangku kuliah. Ketika itu saya bergabung di UKM Literasi Sastra. Kami sepakat merayakan VD, tetapi dikemas dalam bentuk diskusi sastra. Lalu, waktu skripsi, pernah melayani undangan senat mahasiswa untuk merayakan VD karena tidak enakan dengan pacar. Waktu acara berlangsung, eh dipanggil oleh MC sebagai kandidat pasangan favorit. Sampai di panggung kami diuji dengan pertanyaan:

"Kenapa kau suka dengan dia?"

Iuh. Turun dari panggung langsung merasa jijik dengan diri sendiri. Bahkan sampai berminggu-minggu.

Sekarang, euforia VD menjadi hari yang ditunggu-tunggu. Bahkan, persiapannya satu bulan. Bukan dengan tukar kado atau berkirim kartu ucapan, melainkan dengan pentas seni dan makan bersama. Sudah satu tahun saya mengajar di SMA Santu Klaus (Sankla) Kuwu dan sudah dua kali merayakan VD. Inilah bentuk perluasan makna VD oleh Sankla Kuwu. Selain ruang berbagi kasih, VD juga ruang untuk berkreatifitas.

Hari ini, kami kembali merayakan VD dengan pentas seni dan makan bersama. Tema kegiatan kami hari ini "Gerimis Kasih". Tahu gerimis to? Hujan rintik-rintik. Rinai. Gerimis selalu lebih romantis daripada hujan. Tentang apa makna tema ini, biar kami sendiri yang tahu. Namun, kami hanya mau bilang, kasih sayang tidak hanya ditujukan kepada personal, tetapi juga kepada masa depan. Bagaimana kita menyayangi diri kita sendiri yang mengarah kepada masa depan. Ini kata Romo Ansi, Kepseknya kami. Sekian.

Penulis: Opin Sanjaya

0 Komentar