Idelando.com-Ketika pertama kali membaca cerita berjudul “Berlibur ke Rumah Nenek”, pasti muncul rasa enggan untuk lanjut membaca cerita tersebut. Tahu toh, “Berlibur ke Rumah Nenek” sudah tidak asing lagi bagi kita. Yah, berlibur ke rumah nenek merupakan judul cerita andalan ketika kita diminta menulis atau menceritakan pengalaman selama liburan semester. 

Dari  SD sampai SMA, skill menulis cerita kita tentunya harus ikut ter-upgrade, biasanya ber-genre romance dan komedi. Namun, walau skill menulis cerita romance atau komedi kamu terus ter-upgrade, "Berlibur ke Rumah Nenek" tetap menjadi judul pamungkas dalam situasi kepepet. Apalagi kalau guru su bilang “habis les langsung kumpul (Tatapan Membara)”. 

Menulis Pengalaman Tidak Sesuai Fakta

Saat masuk sekolah, pasti kalian tahu basa-basi awal adalah tanya-tanya tentang liburan. Maklum pembagian jadwal pelajaran belum diterbit. Jadi, wali kelas bertanggung jawab untuk kali ini, tahu toh dia harus mengetahui kondisi terkini dari anak murid setelah liburan; lepas kangen. Tanya-tanya tentang kamu buat apa selama liburan dan ke mana saja, sudah pasti. Sebagai siswa yang siap bercerita (kalau), tentunya pikiran sudah mengarah kembali ke masa liburan. Jadi, memori kita sebagian besar menampilkan hal yang kita buat dan kemana saja. 

Biasanya agar tidak kalah saing dengan teman-teman yang betul-betul bepergian, mau tidak mau suka tidak suka kita harus mengarang cerita tentang ke mana. List yang selalu muncul dan pasti adalah ”berlibur ke rumah nenek”. Bisa dibilang akan ada dusta di antara kita dan wali kelas, karena sebenarnya ketika liburan semester, kita tidak sekali pun bepergian, bahkan pergi berlibur ke rumah nenek pun tidak. Tentu ada alasannya, misalnya karena orang tua kita tak ada waktu untuk menemani kita pergi ke rumah nenek, atau mungkin sebenarnya kita serumah dengan nenek kita.

Isi Cerita yang Cuma Itu-itu Saja

Cerita yang sama dan sering diulang-ulang tentang “Berlibur ke Rumah Nenek” sebenarnya cuma itu-itu saja isinya. Hampir dari kita, pernah menuliskan kegiatan yang sama dalam cerita tersebut. Seperti “…aku menemani nenekku menangkap ikan”, “…aku dan nenekku pergi membajak sawah”, “…aku membantu nenekku mengurus ternak dan lain sebagainya. Ini merupakan action langganan di dalam cerita tersebut. 

Sekarang, mungkin kita akan sedikit menyesal, kenapa dulu tidak membuat cerita pengalaman yang lebih menarik dari “Berlibur ke Rumah Nenek”, seperti pengalaman rujak bersama teman, atau pengalaman menonton TV dari pagi sampai sore, liburan bersama teman dan cerita lainnya. Pasti ada yang menarik untuk diceritakan toh? Ya, setidaknya supaya dapat tempat di hati wali kelas saat itu. Su tahu toh, sebelum tugas menulis cerita pengalaman dikumpulkan, dibacakan atau diceritakan, pasti wali kelas sudah menduga kalau cerita legend “Berlibur ke Rumah Nenek” tidak mungkin terlewatkan saat itu.

Lebih Sering Membaca Ketimbang Mengaplikasikan

Terkadang lucu dan mungkin menggelikan ketika dingat-ingat kembali, judul cerita yang kita tulis saat itu tentunya lahir dari kurangnya kemampuan berpikir cepat dan kurangnya keterampilan serta kreatifitas kita dalam menulis. Menemukan ide untuk menulis saat itu, pastinya susah. Kita kebingungan untuk merangkai pengalaman menjadi sebuah cerita, bingung mulai dari mana, bingung isinya seperti apa, dan bingung ending ceritanya bagaimana. Selain itu, kebiasaan kita adalah saat belajar kita lebih sering membaca dan mendengarkan ketimbang mengaplikasikan. Iya toh?

Dulu kita hanya dihadapkan dengan bacaan-bacaan seperti majalah anak dan buku pelajaran. Pajanan lain yang ditawarkan google dan medsos masih sangat terbatas. Kecuali matematika yang memang diaplikasikan, walaupun pura-pura berpikir dan memang tidak tahu saat itu, ada bersamaan pada raut muka. 

Hal lainnya juga dipengaruhi oleh kebiasaan mendengarkan bacaan cerita dari orang tua ketika kita masih kecil. Kebiasaan ini yang menyebabkan kita mengalami kebuntuan ketika tiba-tiba disuruh menulis sebuah cerita. Situasi ini pastinya kembali lagi, karena terdesak mau tidak mau kita menjiplak cerita yang pernah kita buat sebelumnya.

Lagi-lagi judul cerita “Berlibur ke Rumah Nenek”, ada dalam daftar ingatan yang paling kuat. Hem, mungkin karena ringan untuk diceritakan. Alasannya, secara garis besar isi dan struktur penulisan cerita ini sudah kita kuasai yang dimulai dari perjalanan ke rumah nenek, hal hal yang kita lakukan selama di rumah nenek dan perjalanan pulang dari rumah nenek. Satu lagi, pola pikir kita masih beranggapan bahwa cerita pengalaman selalu berkaitan dengan perjalanan atau bepergian saja.

pola pikir kita masih beranggapan bahwa cerita pengalaman selalu berkaitan dengan perjalanan atau bepergian saja.

Potensi Yang Sama Dalam Hal Menulis 

Perlu diketahui, siswa di sekolah dasar memiliki potensi yang sama dalam hal menulis, tapi tidak semua siswa memiliki keterampilan menulis yang sama, ini bukan pembelaan e. Tentunya keterampilan menulis tidak berdiri sendiri, melainkan saling berhubungan dengan keterampilan yang lain seperti membaca, berbicara, dan mendengar.

Intinya kreativitas dan keterampilan kita dalam menulis dan menyampaikan pesan dengan tulisan belum begitu terasah, tidak ada yang salah. Waktu itu kita sedang berada di proses belajar, jadi semua ada tahapannya yang seiring waktu tentunya keterampilan menulis kita ikut meningkat. Jadi, mau tidak mau untuk saat itu “Berlibur ke Rumah Nenek” kembali menjadi senjata pamungkas kita untuk mendapat nilai dari tugas menulis cerpen atau pengalaman liburan. 

Pesan Untuk Pembaca

Bagi teman-teman yang membaca tulisan ini, jika kalian punya adik atau saudara yang saat ini sedang berada di jenjang pendidikan sekolah dasar, tolong kamu siapkan cerita menarik untuk mereka. Jangan sampai mengikuti jejak kita yang pakar menulis tentang “Berlibur Kerumah Nenek”. Cait isinya cuma itu-itu sa dari dulu.

Sekian dulu e. Oh iya, sebelum saya tutup, kenapa kalau disuruh menggambar harus sekali ada gunung, sawah, sungai dan jalan raya em?


Penulis: Rudy Herwanto
Editor  : Oan Soro

0 Komentar