Idelando-Hari ini dari jam 12 siang sampai jam 3 sore saya merasa pekerjaan saya berat sekali, sehingga saya sangat lemas, letih lesu. Bukan karena capeh atau pekerjaan yang ribet, yah karena saya lagi tidak mood saja untuk bekerja bahkan bertemu orang banyak. Saya dituntut harus bisa melayani costumer dengan ramah dan penuh senyuman. Keahlian untuk tersenyum munafik sangat dibutuhkan di situasi seperti ini. 

Kebetulan hari ini saya ditempatkan di checker take away order, biasanya di bar minuman kadang waiters. Hari ini sebenarnya sedikit santai, karena saya tidak perlu bolak-balik kitchen untuk mengambil pesanan costumer.

Saat saya sementara packing dan mengecek kembali nota orderan costumer online, tiba-tiba seorang anak perempuan umurnya kira-kira sembilan tahun berjalan ke arah saya sambil tersenyum. Dia persis adik bungsu saya, badannya kurus tinggi dengan rambut sedikit ikal dan pirang, dengan senyum yang begitu menawan nampak di wajahnya dan giginya yang kecil.

Dia menghampiri saya dan bertanya "Maaf Mas, aku boleh minta sedotan?" Suaranya persis adik bungsu saya, Priscil. Sepersekian detik saya melihat Priscil pada diri anak kecil itu. Saya kemudian menjawab dengan nada yg sehalus mungkin "Maaf Dek, resto udah gak make sedotan lagi agar meminimalisir penggunaan sampah plastik." Anak perempuan itu kembali tersenyum lalu menjawab "Oh iya Mas gapapa, heheh maaf yah Mas." Kemudian dia berbalik, menuju meja makannya di mana ada orang tuanya lagi asyik makan.

Setelah makan, anak perempuan itu kembali menghampiri saya, masih dengan senyumannya yang manis sambil memegang gelas berisikan es milo yang sudah diminum setengahnya. Dia kemudian bertanya "Mas maaf lagi yah, aku minumnya gak habis, apa boleh aku minta plastik untuk dibungkus biar bisa diminum pas aku pulang rumah nanti?" Anak ini begitu mengerti etika dalam meminta bantuan. 

Saya yang saat itu sebenarnya lagi pusing menyesuaikan nota dan orderan costumer langsung berdiri dan menghampiri anak itu. Saya berbicara kembali dengan nada yang sehalus mungkin. "Tentu boleh dong, Kaka packing pake gelas plastik saja yah, biar lebih gampang kamu pegangnya nanti". Anak perempuan itu tersenyum girang, dan saya pun menuju area sealer cup. Minuman anak itu saya ganti dengan yang baru dan lebih banyak lalu disealer.

Saya kembali menghampiri anak itu dengan cup minuman di tangan saya, lalu saya memberikan minuman kepada anak itu, saya juga memberikan anak itu sedotan, lalu berbicara kepadanya "Dek, ini minumannya udah Kaka packing, ini juga ada sedotan biar kamu gampang minumnya nanti, tapi jangan dipake di sini yah sedotannya, takut kelihatan costumer lain, hehehehe". Anak itu menunjukkan wajah kegirangan dengan senyum yang menawan, lalu menjawab "Mas, perasaan tadi minuman nya gak sebanyak ini, mas tambahin yah minumannya?" Saya hanya tersenyum lalu dia kembali mengeluarkan kata-kata "Mas terima kasih yah, masnya mirip sama kakak saya." Anak itu langsung kembali ke mejanya, di situ saya sedikit kaget, kembali saya teringat adik bungsu saya di rumah.

Beberapa kali saya melirik ke meja makan anak itu, dia tengah mengobrol bersama orang tuanya dan sesekali tangannya menunjuk ke arah saya. Beberapa menit kemudian saat mereka hendak keluar dari resto, ayah dan ibunya menghampiri saya dan tersenyum, ayahnya lalu berbicara kepada saya "Mas maaf yah ngerepotin, ini anak saya yang bungsu, mereka dua bersaudara, tapi kakaknya meninggal setahun yang lalu karena kecelakaan, si bungsu sering menangis kangen kakaknya, kadang sampai panas tinggi, kakaknya sekilas mirip kamu perawakannya Mas, kurus tinggi, jadi mungkin tadi anak saya sering ngelihat ke arah kamu karena dia seperti ngelihat kakaknya." Saya sedikit tertegun, hati saya tiba-tiba merasa sakit mendengar cerita kedua orang tuanya, kemudian saya kembali tersenyum dan menjawab "Gapapa Pak, saya senang lihatnya, anaknya ceria banget mirip adik bungsu saya di rumah." Ibunya tersenyum dan menepuk bahu kiri saya, wajah ibunya seperti mengisyaratkan bahwa dia rindu seseorang, senyumnya tidak bertahan lamah, sedikit murung setelahnya, sepertinya si ibu juga menyimpan rasa rindu terhadap anak laki-lakinya yang sudah tidak ada di dunia.

Ayahnya hendak memberikan saya tip namun saya menolak. Saya tidak butuh imbalan untuk itu, justru saya sangat bahagia saat itu. Seorang anak yang persis seperti adik bungsu saya berbicara dengan penuh sopan santun untuk meminta bantuan. Bedanya, adik bungsu saya tidak pernah sesantun itu, biasanya cuma bilang "Rudi, minta kau punya seribu dulu, saya belum jajan." HAHAHA, setidaknya rasa rindu saya terhadap adik bungsu saya terobati lewat anak perempuan itu. Setelah bertemu anak itu, mood saya pun membaik, 5 jam waktu yang tersisa untuk saya bekerja saya jalani dengan penuh senyum dan suasana hati yang sangat baik. Semoga sedih hati anak perempuan itu sedikit terobati hari ini.

Penulis: Rudi Herwanto

0 Komentar