Idelando-Sebagai satu-satunya nara (saudara laki-laki) bagi ketiga weta (saudari), kini saya sedang dibayangi perasaan takut kehilangan juga kesepian. Saya sadar bahwa ketiga saudari saya satu per satu akan memiliki "rumah baru". Sebuah keluarga kecil yang bahagia dengan satu, dua, tiga, empat keponakan yang akan selalu saya rindukan. Saya tidak tahu, apakah ini perasaan yang dialami setiap nara.

Saat ini, ketika ada momen berdua dengan weta (yang anak sulung), obrolan kita seputaran perencanaan-perencanaan kecil untuk masa depan. Biasanya, saya menjadi pendengar bagi dia yang membagikan rencana-rencana kecil dengan kekasihnya. Kadang dia meminta saran. Namun, saya selalu celetuk "sepi sudah ini rumah nanti ew".

Baca juga: Ketika Laki-laki Tumbuh Dewasa, Ia Canggung Memeluk Bapanya

Bagaimana pun dalam budaya Manggarai yang menganut sistem patrilineal, anak perempuan setelah menikah akan meninggalkan kampung halaman, orang tua dan marga suaminya, sedangkan anak laki-laki setelah menikah akan tetap tinggal bersama orang tua kandungnya. Dengan kata lain, saudari kita kelak akan mengikuti suaminya membentuk kehidupan baru. Mereka akan menjadi tamu yang selalu ditunggu-tunggu, yang mungkin satu atau dua atau tiga kali saja datang dalam setahun.

Ada perubahan sikap dalam diri yang saya sadar sekarang bahwa saya selalu mencari, mengalah, bahkan sedikit manja di hadapannya. Kalau ia keluar rumah dalam waktu yang lama saya selalu chating tanya "di mana?". Kalau dia marah karena saya selalu sembrono, saya mengalah. Bahkan takut. Biasanya hem lawan. Kalau dia gajian biasanya minta traktir jajan. Saya harus menikmati sebelum pelan-pelan saya kehilangan semua itu.

Baca juga: Menjadi Anak Rantau dan Rindu Makanan Buatan Mama

Apakah perasaan ini muncul karena selisih umur saya dengan si sulung hanya setahun? Di mana kita berada di ritme hidup yang hampir sama. Kedekatan hubungan yang sangat erat. Satu sama lain memiliki minat yang kurang lebih sama. Saya coba membagikan perasaan ini dengan rekan kerja perempuan, apakah dia mengamati sikap yang sama pada saudara laki-lakinya.

Sebagai satunya-satunya saudari yang belum menikah, ia mengamati sikap selalu mencari, perhatian, manja dalam diri saudara laki-lakinya. Seperti selalu bertanya kapan pulang rumah untuk berlibur. Atau saat di rumah selalu menunjukkan sikap manja dengan meminta uang. Kemudian, sikap-sikap itu justru yang selalu dia ingat ketika jauh dari rumah.

Saya tidak tahu apakah saudari saya memiliki perasaan yang sama. Namun, jujur-ly momen yang paling saya rindukan saat ini adalah pertengkaran yang tak pernah usai saya dengan saudari saya 16, 15, 14, 13, 12...tahun lalu hanya karena pembagian tugas kerja di rumah. Kita beradu fisik, adu nama-nama binatang, dan berdebat untuk meyakinkan bapa dan mama bahwa saya yang benar dan dia yang salah. Namun, selalu ada damai walaupun sebentar atau besok bertengkar lagi.

Saya yang menjadi satu-satunya nara sering dinilai yang paling manja oleh orang tua, bahkan paling momang oleh ketiga weta. Saya yang kalau sepulang dari tongkrongan akan mengambil piring yang pastinya sudah dibersihkan dan makanan yang sudah disediakan oleh weta. Ini menjadi momen yang pasti akan selalu saya rindukan ketika saya tanpa weta yang sudah memiliki "rumah baru". Saya percaya bahwa itu adalah bagian dari perjalanan hidup saya yang membentuk saya seperti sekarang ini.

Penulis: Opin Sanjaya

0 Komentar